Kenapa aku jadi penerjemah (dan masih betah)
Aku sering ditanya, “Kenapa sih kamu jadi penerjemah?” Jawabannya sederhana: karena aku suka kata-kata dan tantangan. Ada kepuasan aneh ketika sebuah kalimat asing yang tadi berantakan di kepalaku, tiba-tiba berubah jadi kalimat yang enak dibaca dalam bahasa ibu. Kadang itu terjadi di tengah malam, dengan lampu meja menyala, secangkir kopi dingin di samping laptop, dan kucing yang memutuskan tidur di keyboard (iya, nyata—punya kucing yang suka ikut protes deadline).
Pekerjaan ini bukan hanya soal mengganti kata A dengan kata B. Ini soal memilih nada, budaya, dan kadang-kadang menyelamatkan klien dari kalimat yang bisa bikin malu kalau langsung diterjemahkan. Dan ya, ada momen-momen lucu yang selalu aku simpan—nanti aku ceritakan beberapa. Versi lanjutan mahjong ways 2 menawarkan fitur scatter yang lebih seru dan pengganda kemenangan yang besar.
Trik kecil yang sering aku pakai
Ada beberapa kebiasaan yang membuat hidupku lebih mudah. Pertama: buat glossary sendiri. Untuk proyek berulang, aku simpan istilah teknis dan choices gaya yang konsisten. Kedua: gunakan CAT tools, tapi jangan percaya buta. Memori terjemahan itu penyelamat waktu, tapi kadang menyarankan terjemahan kuno—jadi harus filter manual.
Trik lain: baca dulu seluruh dokumen sebelum mulai. Ini membantu menangkap konteks dan tone. Jangan tergoda menerjemahkan baris per baris; kita bukan mesin. Oh, dan selalu backup style sheet untuk klien besar—aku pernah menukar “Director” jadi “Direktur” di satu dokumen yang harusnya “Pengarah” karena konteks seni. Intinya: konteks dulu, kata nanti.
Ada kesalahan konyol yang pernah kulakukan — mau ketawa?
Siap-siap ketawa. Pernah aku menerjemahkan menu restoran untuk klien turis dan menulis “kambing panggang” menjadi “roasted baby goat”—padahal maksudnya “daging kambing muda” biasa. Ada juga yang lebih memalukan: menerjemahkan “He has a green thumb” jadi “Dia punya ibu jari hijau”. Bayangkan klien bicara tentang tukang kebun dan pembaca membayangkan ibu jari berwarna hijau menyala.
Atau kasus klasik: false friends. Bahasa Inggris “actually” sering aku lihat diterjemahkan jadi “aktual(ly)”; padahal konteksnya “sebenarnya”. Pernah juga tertawa kecut ketika aku menemukan terjemahan mesin yang mengubah “bachelor party” menjadi “pesta sarjana” di brosur—keluarga besar tercengang membaca itu. Dari kesalahan itu aku belajar: selalu cek idiom, cultural equivalents, dan jika ragu, konsultasikan dengan penutur asli atau riset cepat. Jangan malu-malu.
Tips linguistik praktis untuk sehari-hari
Aku sering berbagi tips sederhana yang membantu memoles terjemahan jadi lebih hidup. Pertama, perhatikan register: formal atau santai? Bahasa bisa terasa salah meski gramatikal, hanya karena nggak cocok dengan audiens. Kedua, watch out for punctuation differences—koma, tanda petik, atau penggunaan huruf kapital yang beda-beda antarbahasa bisa mengubah arti.
Ketiga, adaptasi budaya. Terkadang lebih baik mengganti referensi budaya daripada menerjemahkan mentah-mentah. Misalnya, menyamakan permainan populer atau idiom lokal agar pembaca target paham. Keempat, proofread out loud—membaca keras-keras membantu menemukan ritme yang canggung atau pilihan kata yang janggal. Kelima, gunakan back-translation untuk bagian penting: terjemahkan kembali sebagian teks ke bahasa sumber untuk memeriksa konsistensi makna.
Jika bekerja dengan MT (machine translation), perlakukan sebagai draft kasar. Post-editing bukan sekadar memperbaiki grammar, tetapi juga menyesuaikan gaya dan nuansa. Dan jangan lupa: jaga kesehatan mata dan tenggorokan—banyak penerjemah yang abai karena kita bekerja sendiri di depan layar berjam-jam. Istirahat dan berjalan sebentar itu penting sekali.
Akhir kata, jadi penerjemah itu seperti jadi detektif kata: harus peka, sabar, dan kadang humoris untuk menerima kegagalan kecil. Kalau kamu tertarik nyoba jadi penerjemah amatir, mulailah dengan teks ringan—subtitle, blog, atau menu—dan simpan catatan istilahmu. Jika butuh komunitas atau referensi, aku sering nongkrong dan berbagi sumber di cevirmenler, tempat yang penuh dengan cerita sejenis.
Terima kasih sudah baca curhatku. Kalau kamu punya kesalahan lucu waktu menerjemah atau tips rahasia, ceritakan ya—aku pengen ketawa bareng (dan mungkin belajar juga!).