Aku selalu bilang: menerjemahkan itu bukan sekadar mengganti kata A dengan kata B. Seringkali aku membayangkan menerjemahkan seperti meracik kopi — ada momen ngepas, ada momen harus ditambah gula sedikit, dan kadang harus dibuang karena rasanya aneh. Di tulisan ini aku ingin berbagi beberapa hal yang kulihat di “dapur” penerjemahan: tips praktis, salah tangkap yang lucu (atau memalukan), dan beberapa kejutan linguistik yang bikin aku tertawa sendiri di tengah malam.
Teknik Praktis yang Bikin Terjemahan Lebih Hidup (Informative)
Mulai dari yang dasar: baca dulu keseluruhan naskah sebelum mulai nerjemah. Ini sederhana tapi sering dilupakan. Kenapa? Karena naskah punya nada, tujuan, dan audiens; kalau kamu loncat langsung ke kalimat per kalimat, tone bisa pecah. Aku punya kebiasaan menandai istilah teknis, idiom, dan bagian yang perlu riset. Tandai saja, lanjutkan, lalu kembali setelah punya gambaran besar.
Tip lain: jangan percaya kamus 100%. Kamus itu panduan, bukan hukum. Kadang kata yang benar secara leksikal tetap terasa janggal kalau dipasangkan ke konteks budaya berbeda. Kalau ragu, cek contoh penggunaan di korpus online atau forum bilingual. Dan, selalu simpan glosarium—terutama kalau proyeknya panjang. Hemat waktu buat revisi dan konsistensi.
Ngobrol Santai: Salah Tangkap yang Pernah Bikin Ngakak (Light)
Pernah suatu kali aku menerjemahkan menu kafe. Ada kata “starter” yang kubuat jadi “pembuka” (ya, secara harfiah benar). Ternyata kliennya ingin istilah yang lebih umum: “hidangan pembuka”. Klien bilang, “Kedengarannya seperti film.” Ups. Singkat cerita, kita revisi, tertawa, dan aku jadi ekstra hati-hati dengan istilah yang terdengar aneh di lidah pembaca.
Lain waktu, aku menemui false friends—kata yang mirip tapi maknanya beda. Contohnya “actual” yang banyak orang salah tafsir sebagai “aktual” padahal seringnya berarti “sebenarnya” atau “sesungguhnya” dalam konteks tertentu. Kesalahan kecil seperti itu bisa mengubah nada komunikasi: dari percaya diri jadi kebingungan. Jadi sekali lagi, baca konteks. Baca konteks. Dan ya, baca konteks.
Ketika Kata Memainkan Trik: Kejutan Linguistik dan Cara Menghadapinya (Nyeleneh)
Bahasa itu nakal. Kadang dia bercanda. Misalnya, permainan kata (wordplay) dan double entendre bikin kepala pusing. Di adaptasi humor, kadang lelucon aslinya nggak punya padanan dalam bahasa target. Pilihan kita simpel: cari padanan humor lokal, jelaskan dengan catatan kaki, atau kalau memungkinkan, ubah lelucon jadi sesuatu yang relevan tapi tetap setia pada niat aslinya.
Terjemahan puisi? Wah, itu level magis. Rima, meter, permainan bunyi—semua harus direkayasa ulang. Di situ aku sering merasa lebih seperti penulis baru ketimbang penerjemah. Kadang ide paling jujur adalah bilang: “Ini interpretasi, bukan salinan.” Pembaca biasanya baik hati kalau tahu ada usaha kreatif di baliknya.
Oh ya, ada juga momen ketika klien bilang, “Biar saja terjemahan literal, lebih cepat.” Aku biasanya jawab: “Betul, lebih cepat. Tapi pembaca akan mengernyit.” Jemari kita bisa cepat, tapi naskah yang enak dibaca butuh perlambatan dan kasih sayang. Percayalah, pembaca menilai ketelitian itu.
Penutup: Bawa Pulang (Santai)
Buat yang sedang belajar menerjemahkan atau cuma penasaran: latihanlah dengan teks beragam—artikel, iklan, dialog film, manual teknis. Setiap genre mengajarkan sesuatu yang berbeda. Jangan takut tanya ke komunitas penerjemah; seringkali jawaban terbaik datang dari obrolan santai dengan kolega yang juga lagi ngopi. Kalau butuh referensi atau jasa terjemahan profesional, aku kadang mengarahkan teman ke cevirmenler karena mereka punya jaringan luas—tapi tentu, pilih yang cocok dengan kebutuhanmu.
Di akhirnya, menerjemahkan itu soal empati: memahami niat penulis dan kebutuhan pembaca. Dan sedikit humor. Sedikit kopi. Banyak revisi. Sampai jumpa di naskah berikutnya—siapkan pertanyaan atau cerita salah tangkapmu. Aku pengen dengar!