Di Balik Layar Penerjemahan: Kiat Santai dari Dunia Linguistik
Dasar-dasar yang Sering Dilupa (informasi buat yang baru nyemplung)
Penerjemahan itu bukan sekadar mengganti kata A jadi kata B. Jujur aja, banyak yang masih mikir kalau translate itu cuma soal kosakata dan tata bahasa. Padahal konteks, tujuan teks, dan pembaca yang dituju lebih menentukan pilihan kata. Gue sempet mikir waktu pertama kali nerjemahin manual instruksi elektronik — kata-kata teknisnya mudah, tapi nada formalnya yang susah ditangkap.
Satu prinsip sederhana: cari ekuivalen fungsional, bukan padanan literal. Misalnya idiom, humor, atau ungkapan budaya nggak bisa langsung diterjemahkan kata per kata tanpa kehilangan makna. Di sinilah ilmu pragmatik dan sosiolinguistik sering nunjukin wajahnya; tugas kita adalah jadi jembatan budaya, bukan mesin kata.
Kenapa Mesin Nggak Akan Gantikan Kita, Jujur Aja (sedikit opini)
Mesin terjemahan makin canggih — nggak bisa dipungkiri. Tapi pengalaman manusia masih punya nilai plus: sensitivitas terhadap nada, ambiguitas, dan konteks budaya. Mesin mungkin kasih hasil cepat, tapi sering kehilangan nuansa. Gue masih inget proyek yang melibatkan teks pemasaran; terjemahan literal dari MT bikin klaim produk kedengeran kaku dan bahkan agak menakutkan di bahasa sasaran.
Kalau pekerjaanmu butuh persuasi, humor, atau menjaga reputasi merek, manusia masih jadi pilihan utama. Kita bisa memilih kata yang bukan hanya benar secara linguistik, tapi juga efektif—itu yang mesin belum bisa lakukan konsisten. Lagipula, kerja bareng mesin itu bukan soal digantikan, melainkan berkolaborasi: post-editing, memeriksa glosarium, dan memfilter jargon aneh.
Kesalahan Paling Kocak yang Gue Pernah Lihat (biar santai, ada lucunya)
Ada momen di mana terjemahan yang salah malah jadi hiburan. Contohnya menu restoran yang gue baca waktu backpacking: “Chicken Surprise” diterjemahkan jadi “Ayam Kejutan” — dan untungnya, kejutan yang dimaksud adalah tulang ekstra, bukan efek dramatis lain. Tertawa sih, tapi itu ngingetin pentingnya catatan konteks: apakah “surprise” itu unsur pemasaran atau deskripsi literal?
Kesalahan lucu lain adalah false friends antarbahasa. Kata-kata yang mirip tapi makna beda bisa bikin situasi awkward. Pernah ada dokumen legal yang hampir salah kaprah karena padanan yang tampak benar di permukaan. Jadi, sedikit humor itu sehat, tapi bikin kita makin waspada saat mengetik atau memeriksa hasil terjemahan.
Kiat Praktis untuk Penerjemah Santai (tips langsung dipraktikkan)
Pertama, kenali tujuan teks dan audiens. Ini kunci sebelum mulai nerjemah. Kedua, buat glosarium dan style guide untuk klien yang sering balik — hemat waktu dan konsistensi. Ketiga, manfaatkan alat bantu: CAT tools, memori terjemahan, dan basis data terminologi. Jangan takut pakai mesin sebagai draft awal, tapi selalu baca ulang dengan kepala manusia.
Keempat, research adalah pekerjaan inti: cek referensi, gaya bahasa, dan konvensi lokal. Kelima, jaga ritme kerja: jangan lembur terus-menerus. Gue sempet belajar batas: kualitas turun drastis kalau otak capek. Terakhir, bangun jaringan profesional. Forum dan situs seperti cevirmenler bisa jadi sumber istilah dan pengalaman berharga—kadang solusi paling simpel datang dari tanya sesama penerjemah.
Di dunia penerjemahan, kesabaran dan rasa ingin tahu lebih berharga dari kosa kata tanpa batas. Setiap proyek adalah cerita kecil: ada klien yang perfeksionis, istilah yang membingungkan, atau lelucon budaya yang harus direkonstruksi. Nikmati prosesnya, sambil tetap disiplin dengan checklist kualitas. Kalau ada yang mau gue ceritain lagi—misalnya soal negosiasi tarif atau bagaimana menyusun portofolio terjemahan—tinggal bilang, gue siap bagi pengalaman dan beberapa blunder yang cukup menghibur.