Ngopi dulu. Oke, sekarang santai. Dunia penerjemahan seringkali terlihat magis: kata A berubah jadi kata B, klak-klik, jadi dokumen rapi. Padahal, di balik layar ada proses mikir, cek konteks, dan kadang debat batin antara “kata demi kata” vs “jiwa teks”. Artikel ini bukan kuliah. Cuma ngobrol ringan sambil bagi beberapa jurus yang sering saya pakai sehari-hari. Cocok untuk pemula, pemakai Google Translate yang mulai paham, atau penerjemah rumahan yang mau rapi sedikit.
Jurus Dasar (Informasi Penting): Jangan Terjemahkan Kata demi Kata
Kalau hanya satu hal yang perlu diingat: konteks itu raja. Bahasa bukan mesin; satu kata bisa punya banyak wajah tergantung situasi, budaya, dan siapa yang ngomong. Jadi sebelum mulai ngetik hasil terjemahan, baca keseluruhan teks dulu. Sekilas aja. Tujuannya: tahu tone (resmi, santai, lucu), audience (klien, pembaca umum, anak-anak), dan tujuan teks (menjual, memberi informasi, menghibur).
Gunakan juga alat bantu seperti kamus khusus bidang, glosarium, atau korpora daring. Catat istilah teknis yang berulang supaya konsistensi tetap terjaga. Kalau pakai mesin terjemahan, perlakukan hasilnya sebagai draf kasar—bukan jawaban akhir. Masih perlu sentuhan manusia untuk nuansa, idiom, dan logika kalimat yang enak dibaca.
Trik Santai (Ringan): Biar Cepat, Biar Benar
Beberapa trik yang saya pakai saat deadline nanggung:
– Baca dulu, terjemahkan kemudian. Bukan per kalimat. Ini mencegah salah menangkap referensi atau anafora.
– Tandai istilah yang nggak yakin. Lanjutkan kerja, baru comeback untuk riset. Efisiensi waktu, bro.
– Buat catatan kecil gaya bahasa di awal: formal? gaul? teknis? Ini membantu menjaga gaya konsisten sepanjang teks.
– Simpan sumber referensi. Kadang klien minta gaya tertentu; kalau ada bukti referensi, kita nggak perlu debat panjang.
Kalau butuh rujukan layanan atau komunitas penerjemah, pernah coba cek cevirmenler untuk inspirasi dan jaringan. Nggak cuma Google Translate, kok—ada banyak sumber yang enak dipakai buat cross-check.
Jurus Nyeleneh (Biar Nggak Bosen): Bicara Sama Teks
Ini mungkin kedengaran aneh, tapi sering bantu: baca teks keras-keras, atau “dialogkan” dua tokoh dalam kepala. Dengan suara, kalimat yang canggung langsung ketahuan. Susunan kata yang enak di telinga biasanya enak juga dibaca.
Kalau bingung antara dua pilihan kata, pakai trik dua layar: satu versi literal, satu versi natural. Baca keduanya seperti membaca naskah sandiwara. Mana yang lebih masuk ke karakter pembicara? Mana yang bikin pembaca senyum? Pilih yang kedua kalau konteksnya bukan dokumen hukum.
Jangan takut juga untuk jadi kreatif kalau teks membutuhkan itu. Terjemahan bukan hanya transfer informasi, tapi juga transfer sensasi. Kadang kita harus “memainkan” frasa supaya emosi yang sama tetap terasa di bahasa lain. Ya, sesederhana itu. Ya, kadang susah. Tapi seru.
Oh, dan satu lagi: istirahat. Biarkan teks tidur semalaman kalau waktunya memungkinkan. Esok paginya, mata baru sering menangkap kesalahan lucu yang semalam nggak kelihatan.
Sekian ngobrol santai soal penerjemahan. Intinya: hormati teks, hormati pembaca, dan percaya insting bahasa kamu. Latihan rutin—membaca dua bahasa, nonton film dengan subtitle, atau menerjemahkan lagu—bisa bikin otot linguistik kamu lebih lentur. Jangan lupa, terjemahan yang bagus itu yang terlihat alami. Bukan pamer kosakata. Selamat mencoba. Kopi lagi?